Angela
berjalan menuju asrama wanita. Di sepanjang perjalanan mata gadis itu tak henti
menatap ke sana kemari. Mungkin saja kali ini dia bisa menemukan lukisannya.
“Hey
Angela, ayo kemarilah..”
Angela
mendongakkan kepalanya menatap Grace yang berada tepat di depan kamar asrama
gadis itu. Dengan segera ia menuju ke tempat Grace berada.
“Ya
ampun Angela kau nampaknya lelah sekali. Mana kunci kamar mu? Berikan padaku
biar aku yang membukanya” ujar Anne dengan tangan yang menengadah.
“Tidak
perlu biar aku saja” Angela tersenyum. “Ayo silahkan masuk” lanjut gadis itu
beberapa detik setelah pintu kamarnya terbuka.
“Angela,
ini sarapanmu. Karena aku fikir kau akan sangat kelelahan, jadi aku memutuskan
untuk membawa sarapanmu kemari. Ayo silahkan dimakan” ucap Grace sembari
menyodorkan nampan berisi sarapan lengkap dengan segelas susu.
“Humm
terima kasih. Aku merasa sangat beruntung mempunyai sahabat seperti kalian.
Tapi sebenarnya aku ingin membersihkan tubuhku terlebih dahulu” Angela menatap
kedua sahabatnya.
“Tidak
masalah. Ayo sana bersihkan tubuhmu terlebih dahulu. Setelah itu baru sarapan.
Biar sarapanmu aku letakkan di sini. Sudah cepat mandi” Anne mendorong pelan
tubuh Angela.
“Baiklah”
Angela tersenyum.
***
‘Tok..tok..tok’
Angela
yang sedang menikmati sarapan meminta Grace untuk membukakan pintu kamarnya.
“Hay,
apakah aku mengganggu kalian semua?” tanya Marc sembari menatap semua orang di
kamar Angela.
“Tidak.
Tapi ada perlu apa kau kemari?” Grace balik bertanya.
“Aku
ingin mencari Angela” mata Marc menatap pemilik nama itu.
“Ada
apa Marc?” Angela tersenyum. Gadis itu segera meletakkan piring sarapannya
tepat di atas meja samping tempat tidurnya.
“Aku.
Aku ingin meminta maaf kepadamu” Marc sedikit terbata menatap Angela yang kini
berada tepat di hadapannya.
“Meminta
maaf? Meminta maaf untuk apa? Kesalahan apa yang telah kau perbuat?” Angela
mengernyitkan dahinya sebelum kemudian tertawa kecil mendengar ucapan Marc.
“Maaf,
aku tadi telah menyakiti perasaanmu dengan mengatakan jika aku men—“ jari
telunjuk Angela menyentuh bibir Marc. Membuat lelaki itu tidak bisa melanjutkan
kalimatnya.
“Hustt”
Angela menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang menyakiti dan tidak ada yang di
sakiti” Angela tersenyum. “Aku sama sekali tidak sakit hati dan aku fikir kau
sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun. Sudah kembalilah ke kamarmu dan
bersihkan tubuhmu. Setelah itu jangan lupa sarapan” lanjutnya.
***
“Kau
serius dengan ucapanmu tadi?” tanya seorang lelaki berkaos abu-abu gelap kepada
gadis di sebelahnya.
“Aku
serius Marc. Lagi pula untuk apa aku berbohong” Angela tersenyum. “Rasa cinta
itu tidak pernah salah. Kau akan selalu mencintai orang yang kau fikir terbaik
untuk menjadi pendampingmu dan Tuhan merestui itu. Dan kau, kau mencintainya
bukan karena dia siapa, tapi karena hatimu yang berkata dia adalah pemilikku
dan aku adalah pemiliknya. Kau mencintainya, akan selalu mencintainya sampai
kapan pun itu. Tak peduli berapa banyak orang-orang yang mungkin akan lebih
baik darinya dan kau akan tetap memilihnya. Pesanku cuma satu, kau jaga dia
baik-baik jangan pernah buat dia kecewa. Lagi pula Caroline adalah gadis yang
baik, dia pintar, dia gadis yang juga
pandai bersosialisasi” lanjut Angela.
Marc
tersenyum mendengar ucapan Angela. “Oh ya aku ingin menanyakan sesuatu
kepadamu. Dari mana kau bisa tahu jika aku mencintainya?” tanya Marc.
“Dari
awal, waktu kau bertanya tentangnya kepada ku. Dan cara kau memandangnya saat
kau melihat dia duduk bersama Jorge di taman belakang asrama semalam” jawab
Angela.
“Lalu,
mengapa kau terlihat cemburu di saat aku membahas apa pun tentang dirinya
kepadamu?” Marc kembali bertanya.
“Cemburu?
Haha tidak Marc, aku sama sekali tidak pernah cemburu kepadanya” Angela
tertawa. “Baiklah akan aku jelaskan, sebenarnya dari awal aku sama sekali tidak
pernah cemburu kepadanya. Aku hanya melakukan apa yang memang seharusnya aku
lakukan. Katakan padaku kapan kau berfikir jika aku cemburu kepadanya?” tanya
Angela.
“Hmm..
di awal, saat aku menanyakan nama gadis itu kepadamu dan saat aku membeli kamus
visual tipografi kau terlihat begitu tidak menyukainya” jawab Marc. Lelaki itu
terlihat sedikit mengecilkan pupil matanya akibat paparan sinar matahari.
Angela
menghembuskan nafasnya pelan. “Marc, pada saat itu aku hanya sedang
terburu-buru. Aku tidak ingin tertinggal bus. Kau tahu sendiri bukan betapa
sulitnya mencari kendaraan umum di sini?” Angela tersenyum. “Lalu, masalah
kamus visual tipografi. Aku hanya bingung melihatmu, aku bukan tidak menyukainya.
Aku hanya berfikir itu akan menjadi hal yang sia-sia jika kita membelinya. Lagi
pula mengapa kau tidak mengatakannya sejak awal, jika kau mencintai mahasiswi
fakultas desain. Jika kau mengatakannya, mungkin aku akan mengizinkan kau
membeli kamus itu untuknya” lanjut gadis berambut coklat gelap itu.
“Baiklah
maafkan aku. Mungkin lain kali aku akan mengatakannya sejak awal” Marc melirik
gadis di sebelahnya.
“Kau
ini” Angela mendorong pelan lengan Marc. “Tapi Marc, ngomong-ngomong bukankah kau telah membeli kamus itu dan kau
ingin memberikan kamus itu kepada Caroline? Aku fikir ini adalah saat yang
tepat untuk memberikannya karena sebentar lagi dia akan ujian” Angela
mengacungkan telunjuknya bertepatan dengan kalimat terakhir.
“Ide
yang bagus. Baiklah, aku tinggal dahulu. Bye” Marc berlalu menuju kamar
asramanya.
“Bye”
di tatapnya tubuh lelaki yang terlihat mulai menjauh dari hadapannya. Sedetik
kemudian segurat senyum terlihat di wajah cantik gadis itu. ‘Kau akan berhasil
Marc’ batinnya.
Gadis
itu segera beranjak dari tempat duduknya untuk kembali ke asrama wanita.
***
Malam
ini suasana ruang makan terlihat sangat santai. Semua mahasiswa telah berada
pada mejanya masing-masing. Beberapa kegiatan terlihat di sana ada yang sibuk
bercengkrama, tertawa satu sama lain, ada yang terlihat pusing memikirkan
sesuatu, ada yang asik membicarakan orang lain, ada mahasiswa baru yang
merindukan keluarganya, ada pula yang kelelahan hingga tertidur di sana, dan
masih banyak lagi kegiatan lainnya yang bisa di lakukan di ruangan ini.
“Mejanya
sudah penuh. Tidak ada lagi yang kosong” ujar Dani sembari membawa sepiring
nasi makan malamnya.
“Sebentar,
itu nampaknya masih ada tiga kursi yang kosong” Aleix menunjuk meja yang berada
di sudut ruangan.
“Permisi,
apakah kami boleh bergabung?” tanya Aleix ramah kepada beberapa orang yang
telah lebih dulu berada di sana.
“Oh
ya dengan senang hati. Silahkan duduk” Grace membalas senyum Aleix.
“Terima
kasih” Aleix mengambil kursi tepat di depan Angela. “Hey, kau ini gadis yang
waktu itu bukan?” tanya Aleix. Mata lelaki itu terlihat menatap intens Angela.
Merasa
dirinya yang di ajak bicara Angela segera memutar penglihatannya menatap Aleix.
“Iya, kau benar” Angela tersenyum.
“Siapa
namamu?” Aleix menyodorkan tangannya.
“Namaku
Angela Smith” jawab Angela menyambut tangan lelaki di hadapannya. Mata gadis
itu tanpa sengaja menangkap bayangan lelaki yang duduk di sebelah kanan Aleix
yang juga sedang menatapnya tajam.
“Aku
Aleix Espargaro, ini temanku Jorge Lorenzo, dan yang di sebelahmu itu Dani
Pedrosa” ujar Aleix ramah.
“Hai”
Dani tersenyum menatap gadis di sebelahnya.
“Hai”
balas Angela singkat sebelum kemudian gadis itu kembali memutar penglihatan
menatap keempat temannya yang berada pada sisi berlawanan. ‘Mengapa kau masih
menatapku begitu tajam? Apa maafku tak berarti bagimu?’ tanya batin gadis itu.
***
Pagi
ini seperti hari Senin biasanya, semua mahasiswa telah meninggalkan asrama pada
pukul 07:00 AM menuju ke kampus mereka. Walaupun perkuliahan mereka di mulai
pada pukul 08:00 AM, tapi lagi-lagi ketakutan akan tertinggal bus yang menjadi
alasan mereka untuk pergi lebih awal. Meski harus bersempit-sempitan di dalam
bus itu tidak menjadi masalah.
Setelah
menempuh perjalanan sekitar lima belas menit. Mereka pun tiba di kampus
Universitas of Gothenburg. Langkah kaki Angela yang sedang menelusuri koridor
kampus harus terhenti seketika saat gadis itu mendengar suara Marc yang
memanggil namanya.
“Angela!
Tunggu sebentar. Aku ingin mengembalikan ini” Marc memberikan sapu tangan yang
kemarin ia pinjam. “Terima kasih” lanjutnya sembari tersenyum. Wajah lelaki itu
terlihat lebih berseri dari biasanya, hal ini di karenakan ia telah mendapatkan
hati wanita idamannya.
“Sama-sama
Marc” Angela tersenyum. Namun senyum indahnya seketika menghilang. “Kau sendiri? Di mana Caroline?” gadis itu
nampak mencari pemilik nama tersebut.
“Dia
sudah ke ruangannya hari ini dia ada jadwal ujian jam pertama. Oh ya Angela,
aku ingin mengatakan terima kasih kepadamu. Kau telah membantuku untuk
mendapatkan hati seorang gadis yang ku mau” Marc memegang kedua pundak gadis di
hadapannya itu.
“Membantu?
Aku sama sekali tidak membantu apa pun kepada kalian” Angela sedikit
mengernyitkan dahinya. Gadis itu bingung mendengar kalimat Marc barusan.
“Bukan
kah kau yang telah memberikan lukisan diriku kepadanya?” tanya Marc sembari
menatap Angela.
“Oh,
aku memang yang membuat lukisan itu. Tapi itu atas permintaannya Caroline. Dia
yang menyuruhku untuk membuat lukisan dirimu. Tunggu sebentar” Angela
menghentikan kalimatnya. “Mengapa aku tidak pernah berfikir jika selama ini
Caroline juga mencintaimu Marc? Ya. Benar apa yang ku katakan kemarin, coba kau
katakan dari awal mungkin kau sudah lama bahagia bersamanya, haha” gadis itu
tertawa.
“Haha
kau benar” Marc mencubit pipi Angela. “Baiklah, aku ke ruangan ku dahulu. Bye”
Marc mengacak-acak pucuk kepala Angela. Sebelum kemudian lelaki itu berlalu
meninggalkan gadis itu sendiri.
Angela
tersenyum menatap Marc yang telah menjauh. Baru saja gadis itu akan melanjutkan
langkahnya tiba-tiba suara seorang lelaki dari belakangnya membuat Angela
tersontak dan segera memutar penglihatannya.
‘Dani’
batin Angela.
“Hai.
Kau sendirian saja?” tanya lelaki itu sembari menghampiri Angela, tak lupa
dengan senyum di wajah tampannya.
“Ya.
Teman-teman ku belum ada yang datang. Mereka nampaknya masih dalam perjalanan”
Angela tersenyum.
“Hm,
apakah kau mau menemaniku minum kopi putih di kantin?” tanya Dani. Sembari
menatap intens gadis di hadapannya. “Ayolah, aku juga sedang menunggu
teman-teman ku dan aku fikir akan lebih baik jika kita menunggu mereka di
kantin. Bagaimana?” Dani menaikkan kedua alis matanya.
“Kedengarannya
tidak masalah” ujar Angela ramah.
***
Setibanya
mereka di kantin, Dani memilih sebuah meja yang berada di tengah. Lelaki itu
terlihat mencari sebuah buku dari dalam tas ranselnya. Setelah menemukan buku
yang di carinya dengan cepat Dani meletakkan buku berukuran sedang itu di atas
meja.
“Kau
ingin pesan apa?” tanya Dani sembari menatap sekilas Angela. Sebelum kemudian
lelaki itu terlihat membuka lembar demi lembar buku di hadapannya.
“Sama
sepertimu” Angela tersenyum. Tanpa sengaja mata gadis itu menatap lembar demi
lembar buku yang di buka Dani. “Hei, lukisanmu indah sekali. Wah kau rupanya
pandai melukis, bakat lukis mu juga luar biasa” lanjutnya sembari ikut melihat
isi buku bersampul coklat itu.
“Ah
tidak. Ini bukan apa-apa. Lukisan-lukisan seperti ini banyak dan mudah kau
jumpai. Kalau aku boleh bercerita, aku lebih salut lagi melihat lukisan yang
ada di kamar asrama Jorge. Itu lukisan yang indah sekali dengan warna yang
bergitu sempurna. Tapi sayang lukisan itu belum selesai. Andai saja aku bisa
bertemu dengan pembuat lukisan itu, akan aku minta dia untuk menyelesaikan
lukisannya” Dani terlihat memajukan bibir bawahnya.
Angela
terdiam mendengar ucapan Dani barusan. Gadis itu tiba-tiba teringat akan
lukisannya.
“Oh
ya Angela. Jika aku boleh tahu kau ini mahasiswi fakultas apa?” tanya Dani.
Setelah
beberapa detik, merasa pertanyannya tidak di jawab Dani lantas memutar
pandangan menatap gadis di sebelahnya.
“Halo..
Angela..” ujar Dani sembari terus menatap Angela yang masih bergeming.
“Hm,
maafkan aku. Ada apa?” Angela membalas tatapan Dani.
“Aku
tadi bertanya, kau ini mahasiswi dari fakultas mana? Karena aku rasa aku jarang
sekali melihatmu. Tapi nampaknya kau sedang ada masalah besar sehingga kau
tidak fokus pada obrolan kita. Baiklah tidak apa-apa” Dani tersenyum.
“Tidak.
Tidak ada masalah apa-apa. Aku baik-baik saja. Aku mahasiswi fakultas seni
arsitektur” Angela membalas senyuman Dani. “Maafkan aku. Aku tadi hanya
memikirkan lukisan ku yang hilang” Angela menaikkan kedua pundaknya.
“Ya
tidak masalah. Jadi kau ini mahasiswi seni, pasti lukisanmu yang hilang itu
lebih indah dari ini, hahaha” Dani tertawa dengan sedikit mengejek lukisannya.
Angela
tersenyum mendengar ucapan Dani. “Tidak. Lukisan itu belum selesai aku hanya
perlu memperindah lukisan itu sedikit. Setelah itu lukisannya akan selesai”
ujarnya.
“Memangnya
lukisan itu sangat penting bagimu? Sampai-sampai kau selalu teringat akan lukisanmu
di saat kau melihat lukisan lain. Hm, tunggu sebentar, Aleix! Jorge! Kemarilah”
Dani berdiri dari tempatnya.
“Di
sini kau rupanya” Aleix menarik kursinya. “Kau juga bersama Angela? Hai Angela”
sapa Aleix pada gadis di sebelah Dani.
“Hai”
Angela tersenyum.
“Ya,
tadi dia juga sedang menunggu teman-temannya. Jadi aku mengajaknya untuk
menunggu bersama. Bukankah begitu Angela?” Dani memutar penglihatannya.
“Humm,
iya” Angela tersenyum.
“Lalu
bagaimana dengan cerita lukisanmu tadi. Apakah lukisan itu sangat penting
bagimu?” tanya Dani meneruskan obrolan mereka.
“Ya,
bisa di katakan begitu” Angela menghentikan kalimatnya sebentar. “Aku hanya
berharap, lukisan itu jangan dulu sampai ke tangan orang yang sedang ku lukis
wajahnya di saat lukisannya belum selesai. Karena nanti orang itu pasti tidak
akan menyukainya. Apalagi orang itu termasuk orang yang angkuh, dia sangat
sulit menghargai orang lain” lanjut gadis itu.
“Ya,
semoga saja. Karena biasanya orang seperti itu sulit untuk mengerti. Biarpun
kita menjelaskannya berkali-kali semua akan sia-sia saja dimatanya” Dani
tersenyum sembari menatap Aleix yang juga terlihat menyimak percakapan mereka.
Mata
Angela menatap Jorge yang duduk tepat di depannya. Lelaki itu terlihat hanya
menundukkan kepala, seolah sama sekali tidak suka dengan keberadaan Angela di
sana. ”Hm, sepertinya aku harus pergi dari sini. Maafkan aku jika aku menggangu
kalian semua” Angela meraih tasnya yang ia letakkan di atas meja. “Bye” lanjut
gadis itu.
“Hei
Angela. Kau mau kemana? Teman-temanmu belum ada yang datang” tanya Aleix.
Lelaki itu nampak berdiri dan berniat untuk menahan Angela yang telah beberapa
langkah meninggalkan meja.
“Tidak.
Aku tidak ingin menggangu kalian” jawab Angela tanpa melihat sedikitpun ke arah
orang yang di ajaknya bicara.
“Kami
sama sekali tidak merasa terganggu. Benar kan?” Aleix menatap Dani dan Jorge.
“Be—“
“Biarkan
saja jika dia ingin pergi” ucap Jorge ketus masih dalam posisi duduk yang sama.
Mendengar
kalimat yang di ucapkan lelaki berkulit putih itu. Dani dan Aleix hanya saling
menatap satu sama lain, sebelum kemudian tatapan mereka tertuju pada objek yang
sama yaitu teman mereka sendiri, Jorge. Tanpa fikir panjang setelah mendengar
kalimat penolakkan dari Jorge, dengan cepat Angela pergi meninggalkan tempat
itu.
***
‘Brukkk!’
Gadis
itu terjatuh tak jauh dari pintu kamar Jorge, setelah kepalanya berbenturan
dengan bola basket yang di mainkan Scott.
“Huft,
baiklah aku akan menemui gadis itu” Jorge mengakhiri pembicaraannya dengan
seseorang di seberang telpon.
Mendengar
suara yang cukup riuh dari luar kamar asramanya. Jorge segera berjalan
menghampiri ambang pintu. Mata kelabunya menatap mahasiswa yang begitu ramai di
sana. Dengan cepat lelaki itu menghampiri kerumunan mahasiswa untuk melihat apa
yang sedang terjadi.
Jorge
mengernyitkan matanya saat melihat Angela yang tengah duduk bersandar di tembok
sembari memegangi kepalanya. Sesaat kemudian lelaki itu menatap Scott yang
jongkok di depan Angela.
“Ada
apa ini?” tanya Jorge. Tanpa sengaja mata tajamnya melihat sebuah bola basket
tak jauh dari buku biru pekat milik Dani yang berada di samping kanan Angela.
“Kau apakan dia?” Jorge menatap Scott.
“Ku
harap kau tahu jika ini bukan lapangan basket!” Jorge menatap Scott tajam. “Ya,
aku paham kau memang pebasket handal dari Gothenburg tapi tidak sepatutnya kau
memainkan bola itu di asrama!” geram Jorge. “Dan kalian semua! Kalian sama
sekali tidak punya perasaan. Melihat orang sakit bukannya membantu, tapi kalian
hanya menjadikan ini tontonan umum. Apalagi ini wanita dan kalian itu laki-laki
setidaknya kalian paham apa yang harus kalian lakukan” lanjut Jorge. Terdengar
nada suara yang penuh amarah.
Angela
tersontak mendengar ucapan Jorge. ‘Apa yang dilakukannya? Mengapa dia begitu
peduli kepada ku?’ batinnya.
“Jika
tidak berniat untuk membantu lebih baik kalian jauhi tempat ini!” Jorge menatap
sekelilingnya. “Kau juga! Jika kau tidak berniat untuk bertanggung jawab lebih
baik sekarang kau pergi dari sini!” usir lelaki itu. Jorge menatap tajam Scott
yang juga memasang tatapan yang sama dengan Jorge. Tangan kanan lelaki itu
terlihat menggumpal.
Melihat
Jorge yang penuh amarah Angela berusaha untuk bangkit dari tempatnya.
“Angela”
Jorge memutar penglihatannya. “Ayo, biar aku bantu kau berdiri” lelaki itu
meletakkan tangan kiri Angela di pundaknya. Dengan sangat berhati-hati Jorge
membawa Angela ke dalam kamar asramanya.
***
“Beristirahatlah
terlebih dahulu. Nanti di saat kepalamu sudah tidak terasa pusing kau bisa
kembali ke kamarmu” Jorge membantu Angela untuk bersandar di atas kasurnya.
“Kau tunggu sebentar” Jorge menuangkan teko yang berisi air mineral pada gelas
di tangannya. “Minumlah, kau mungkin masih shock” Jorge menyodorkan gelas yang
sudah berisi air itu pada Angela.
Angela
hanya terdiam memandangi gelas di hadapannya, mata gadis itu menatap Jorge yang
juga sedang menatapnya.
“Minumlah”
Jorge menggerakkan tangannya. Pelan-pelan tangan Angela menyambut gelas itu dan
segera meminum isinya.
“Terima
kasih. Maaf jika aku merepotkanmu, aku kemari karena aku ingin memberikan buku
yang di titipkan Dani sepulang kuliah tadi” Angela tersenyum. Di letakkannya
gelas yang isinya sudah mulai berkurang pada meja di sisi kanan gadis itu.
Mendengar
ucapan gadis itu Jorge terlihat sedikit menganggukkan kepalanya. “Kau nampak
begitu kelelahan. Istirahatlah dahulu nanti di saat aku selesai menyalin
catatan ini kau akan ku antarkan kembali ke kamarmu” Jorge berjalan menuju meja
yang berada tepat di dekat jendela kamarnya.
Angela
menatap Jorge yang nampak sedang begitu sibuk. Lalu sesaat kemudian gadis itu
membetulkan posisi tidurnya. Ketika akan memutarkan kepalanya, Angela tanpa
sengaja melihat sebuah lukisan yang tak asing lagi baginya. Ya, itu adalah
lukisan yang selama ini ia cari lengkap dengan cat air dan kuas yang terdapat
huruf A pada bagian belakang kuas tersebut.
“Lukisanku”
bibir Angela tanpa sengaja mengucapkan kata-kata itu.
Mendengar
ucapan Angela, Jorge yang sedang mencari buku catatan membatalkan niatnya untuk
mengambil tas ransel yang ia letakkan di bawah kursinya. Lelaki itu segera
menghampiri Angela.
“Kau
yang membuat lukisan wajahku ini?” tanya Jorge pelan sembari menghampiri gadis
itu.
“Ya,
itu lukisan ku yang hilang. Lukisan ku yang pernah ku ceritakan dulu” Angela
tersenyum. Kalimat itu mengalir begitu saja dari mulutnya.
“Jadi,
ini lukisan mu yang hilang? Lukisan yang kau harapkan jangan sampai ke orangnya
sebelum selesai itu? Dan orang yang kau maksud sangat angkuh serta sulit
menghargai orang lain itu adalah aku?” Jorge menatap punggung Angela.
Angela
tersontak mendengar ucapan Jorge. Dengan cepat gadis itu memutarkan tubuhnya
menghadap Jorge yang kini sedang menatapnya. Sebisa mungkin Angela mencoba
untuk berdiri dari tempat tidurnya.
“Maafkan
aku, aku tidak—“
“Tidak
bermaksud seperti itu!” lanjut Jorge memotong pembicaraan Angela. Gadis itu
terdiam mendengar ucapan Jorge. “Sudahlah. Aku sudah paham apa maksudmu! Kau
tidak menyukaiku bukan. Kau membenci ku, maka dari itu kau sengaja menabrakku
pagi itu! Karena kau ingin pakaian ku kotor dan aku di larang untuk mengikuti
perkuliahan. Bukan kah begitu?” dengan suara yang tidak menentu Jorge
mengucapkan kalimatnya itu.
Angela
bergeming, hatinya sakit mendengar ucapan Jorge.
“Dan
kau sekarang bisa tertawa bahagia. Karena keinginan mu telah terwujud. Pagi itu
aku di usir dari kelas. Puas kau!” Jorge menaikkan nada suaranya.
Angela
menatap Jorge yang kini sedang menyiksa gadis itu dengan ucapannya. Air mata
Angela telah membasahi kedua pipinya. “Jorge maafkan aku. Aku sama sekali tidak
menginginkan hal itu terjadi” ucapnya dengan sedikit terisak.
“Tidak
menginginkan hal itu terjadi? Lalu apa? Apa yang kau inginkan? Kau ingin yang
lebih buruk dari itu. Kau ingin aku—“
“Aku
mencintaimu Jorge. Aku mencintaimu. Aku sama sekali tidak ingin sesuatu yang
buruk terjadi kepadamu” Angela memberanikan diri untuk mengungkapkan isi
hatinya.
“Apa
katamu? Kau mencintaiku? Kau bilang kau mencintaiku dengan tingkah anehmu itu?
Kau salah, kau menyiksaku. Kau mencintai orang yang salah!” ucap Jorge ketus
sebelum kemudian lelaki itu kembali pada meja belajarnya.
Angela
terisak. Hatinya tercabik. Gadis itu tidak mengerti apa lagi yang harus di
lakukannya agar Jorge percaya pada ucapannya bahwa ia benar-benar mencintai
lelaki itu.
***
Waktu
masih menunjukkan pukul 4:00 AM, Angela terbangun dari tidurnya. Di lihatnya
Jorge yang masih tertidur pulas pada sofa di sudut kamar itu. Angela menarik
selimutnya, lalu ia berjalan menghampiri Jorge yang masih sangat lelap. Dengan
hati-hati gadis itu menyelimuti lelaki yang semalam telah mencabik-cabik
hatinya.
Dengan
langkah pelan Angela menghampiri lukisannya. Tangannya terlihat mengelus pelan
pipi Jorge di lukisan itu. Di raihnya kuas cat air miliknya dan ia terlihat
mencelupkan kuasnya pada palet. Sesekali gadis itu tersenyum menatap wajah Jorge
yang ada di lukisannya. Air mata gadis itu turut menemaninya dalam
menyelesaikan lukisan yang sangat berarti untuknya itu.
***
Matahari
telah cukup tinggi menyinari kota Gothenburg. Jorge yang merasakan tubuhnya
mulai panas mencoba untuk membuka matanya perlahan. Betapa terkejutnya lelaki
itu saat melihat selimut yang memeluk tubuhnya dan tempat tidur yang telah
rapi. Mata Jorge seketika memandangi lukisan wajahnya yang kali ini terlihat
telah selesai. Lelaki itu berjalan menghampiri lukisan berukuran cukup besar
itu. Di raihnya secarik kertas yang ada di atas kanvas.
`Selamat pagi Jorge, maafkan aku. Aku
tidak pamit kepadamu. Karena tadi aku lihat kau sedang lelap-lelapnya. Aku juga
ingin meminta maaf atas apa yang telah kita alami semalam. Aku tidak bermaksud
untuk ribut denganmu. Aku benar-benar meminta maaf. Aku berjanji, aku tidak
akan mengganggumu lagi.
Aku juga ingin mengucapkan terima
kasih kepadamu karena kau telah membantu ku kemarin. Aku juga ingin mengucapkan
terima kasih karena kau telah menunjukkan sisi malaikatmu kepadaku yang selama
ini tidak percaya jika kau mempunyai sisi itu. Dan kini aku percaya.
Oh ya, seperti janjiku sebelumnya. Aku
akan memberikan lukisan ini kepada orang yang ku lukis di saat lukisan ini
telah selesai. Sekarang lukisan ini telah selesai. Aku harap kau dapat
menerimanya. Walaupun kau tak mencintai ku tapi aku harap kau dapat mencintai
karya ku ini yang ku buat khusus untukmu.
Sahabatmu
Angela’
Jorge
tersenyum membaca pesan yang di buat Angela. Mata kelabu lelaki itu menatap
dalam lukisan di hadapannya.
“Terima
kasih Angela” ucap Jorge singkat di iringi senyum indahnya.
--THE END--
Komentar
Posting Komentar